Kamis, 20 Juni 2013

Perkembangan Islam Abad XX Hingga Sekarang
Pada permulaan abad ke-20, Indonesia menghadapi tantangan moderenisasi yang juga di alami sebagian besar negara-negara di dunia. Respon terhadap wacana modernisasi yang mulai meluas pada tahun 1970-an, tidak lepas dari perhatian umat islam  di indonesia.  Menurut Greg Barton, fakta membuktikan bahwa  sepanjang tahun 1970-an, 1980-an dan berlanjut hingga kini, Indonesia telah menyaksikan sebuah kebangkitan islam yang amat progresif dan begitu memiliki masa depan’’. Kebangkitan tersebut, secara substansial di gerakan oleh gerakan intelektual yang memunculkan gagasan pembaharuan pemikiran islam.  Sebenarnya gerakan  islam yang berasal dari gagasan pemikir-pemikir islam atau pemurnian ajaran agama islam, telah menjadi wacana para cendikiawan muslim Indonesia  sejak pengaruh gerakan pembaharuan Islam di Timur Tengah ( terutama Mesir ) meluas hingga ke Indonesia.
Hingga paruh pertama abad ke-20, pusat-pusat studi Islam tertinggi bagi kalangan masyarakat Muslim Nusantara masih berada di wilayah Timur Tengah, khususnya Mekah, Saudi Arabia, sebelum akhirnya bergeser ke Kairo, Mesir. Dalam fenomena perkembangan sosial intelektualisme Islam indonesia tersebut, yakni pemikiran Islam pada abad ke 20 dengan tokoh Muhammad Rasyid Rida.
Muhammad Rasyid Ibn Ali Rida Ibn Muhammad Syamsudin Al-Qalamuny. Ia lahir di desa Qalamun dekat kota Tripoli daerah Syiriah (Syam), pada tanggal 27 Jumadil Ula 1282 H/ 1865 M. Ia berasal dari keturunan cucu Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu ia memakai gelar Al-Sayyid di depan namanya. Ia wafat bulan Agustus 1935, setelah kembali mengantarkan Pangeran Su’ud ke kapal Suez.
Masa kanak-kanaknya, banyak digunakan untuk belajar membaca Al-Qur’an menulis dan dasar-dasar berhitung di Madrasah Tradisional di kampungnya. Kemudian ia melanjutkan belajar ke sekolah Rasyidiyah, sebuah sekolah milik pemerintah Tripoli yang bertujuan untuk menyiapkan pegawai pemerintahan Turki. Setelah satu tahun belajar disini ia keluar karena tidak berminat untuk menjadi pegawai pemerintah. Selanjutnya ia belajar di Madrasah Al-Wathaniyah yang dipimpin oleh seorang ulama modernis, yakni Syekh Husein Al-Jisr. Ulama inilah yang berpengaruh besar bagi perkembangan intelektual Rasyid Rida, disamping pengaruh ide-ide Jamaludin Al- Afghanimaupun Muhammad Abduh. ketika majalah Al-Urwatul Wutsqa yang diterbitkan Al-Afghani dan Abduh di Paris sampai ditangannya, ia selalu mendiskusikan dengan gurunya Al-Jisr. Majalah ini telah menjadi penggugah semangat pembaharuan dan perjuangan dalam dirinya.
Rasyid Rida bertemu dengan Muhammad Abduh berusaha meyakinkan tentang perlunya menerbitkan suatu majalah sebagai media sosialisasi gagasan pemberitahuan, sehingga terbitlah Al- Manar. Tujuan penerbitnya sama dengan Al-Urwatul Wutsqa yaitu mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, sosial, dan ekonomi, memberantas takhayul dan bid’ah-bid’ah yang masuk kedalam tubuh umat islam, menghilangkan faham fatalisme yang terdapat dikalangan umat Islam dan faham tarekat yang salah, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam dari permainan politik dunia Barat. Disamping itu Rasyid Rida juga meminta Muhammad Abduh untuk melakukan tafsir modern terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang akan dimuat dalam majalah Al-Manar yang selanjutnya tulisan inilah yang dijadikan kitab Tafsir Al- Manar.
 Secara spesifik gagasan pembaharuannya dapat dikelompokkan pada tiga bidang, yakni : bidang keagamaan, pendidikan, dan bidang politik kenegaraan.
Bidang keagamaan ia berpendapat bahwa umat islam harus kembali lagi pada ajaran Islam yang murni yang terbebas dari segala bid’ah yang keluar dari ajaran Islam, yaitu faham tarekat yang berlebihan maupun faham fatalisme. Untuk itu, umat islam harus mampu memadukan antara ajaran-ajaran spiritual agama dengan masalah keduniaan. Menganti sikap fatalis yang hanya menggantung diri pada nasib, dengan sikap jihad, dinamis dan memfungsikan kembali akal untuk memahami teks-teks Al-Qur’an dan Hadits serta membina sikap toleransi diantara berbagai aliran mahzab dalam islam.
Bidang pendidikan, ia menekankan perlunya umat Islam menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang menjadi dasar kemajuan Islam pada periode klasik di Spanyol dan Barat saat ini. Kalau umat Islam sekarang ini mengambil peradaban Barat sebenarnya adalah upaya mengambil kembali khasanah peradaban Islam yang pernah dimilikinya. Cara mengambil peradaban Barat tersebut adalah melalui jalur pendidikan. Karena itu, perlu mendirikan lembaga pendidikan , bahkan menurutnya mendirikan lembaga pendidikan adalah lebih baik dari pada membangun masjid. Untuk itu, ia mengharapkan agar dilakukan pembaharuan pendidikan Islam. Adapun segi-segi pembaharuan dalam pendidikan yang terpenting adalah memberikan kesempatan memperoleh pendidikan bagi kaum wanita disamping aspek penyelenggaraan pendidikan seperti struktur, metode maupun kurikulum pendidikan. Dalam hal kurikulum menurutnya, perlu ditambah dengan mata pelajaran teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitng, ilmu kesehatan, bahasa asing, dan dengan ilmu-ilmu agama lainnya.
Bidang politik kenegaraan, ia berpendapat bahwa kebangsaan tidaklah dalam arti kesamaan bangsa atau bahasa, melainkan dalam arti kesatuan umat atas dasar keyakinan yang sama yaitu Islam. Oleh sebab itu ia tidak setuju dengan faham nasionalisme, seperti yang di introdusir oleh gerakan nasionalisme Turki yang dipelopori oleh Turki Muda, ia menganjurkan pembentukan organisasi Al-Jamiat Islamiyah di bawah khalifahnya, yang berlandaskan prinsip persaudaraan islam yang terbebas dari ikatan rasialisme semua umat islam bersatu dibawah keyakinan, sistem moral, sistem pendidikan dan satu sistem hukum. Hukum dan undang-undang tidak dapat dilaksanakan tanpa kekuasaan pemerintah. Oleh sebab itu kesatuan umat islam perlu mengambil bentuk negara, yaitu negara ke khalifahan dan kepala negaranya adalah seorang khalifah.
            Khalifah karena mempunyai kekuasaan legislatif maka ia harus seorang mujtahid, tidak absolut, dan dibantu oleh para ulama dalam memerintah masyarakat. pemeliharaannya dilakukan oleh Ahl al-Hall wa al-Aqd, yakni suatu dewan yang menampung aspirasi masyarakat dari berbagai bidang baik dalam hal disiplin ilmu maupun dari segi pekerjaan. Dewan ini bertugas memilih dan mengawasi jalannya pemerintahan, agar tidak  terjadi penyelewengan dan penyimpangan.

REFERENSI :
·         Nasution, Harun. 1996. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: PT. Bulan Bintang

·         Razak, Yusron, Dkk. 2001. Pendidikan Agama. Jakarta: UHAMKA Press

1 komentar:

  1. it's better than before,,but next time,u should use more than two books for reference..thnks.

    BalasHapus