Perkembangan
Islam Abad XX Hingga Sekarang
Pada
permulaan abad ke-20, Indonesia menghadapi tantangan moderenisasi yang juga di
alami sebagian besar negara-negara di dunia. Respon terhadap wacana modernisasi
yang mulai meluas pada tahun 1970-an, tidak lepas dari perhatian umat
islam di indonesia. Menurut Greg Barton, fakta membuktikan
bahwa sepanjang tahun 1970-an, 1980-an
dan berlanjut hingga kini, Indonesia telah menyaksikan sebuah kebangkitan islam
yang amat progresif dan begitu memiliki masa depan’’. Kebangkitan tersebut,
secara substansial di gerakan oleh gerakan intelektual yang memunculkan gagasan
pembaharuan pemikiran islam. Sebenarnya
gerakan islam yang berasal dari gagasan
pemikir-pemikir islam atau pemurnian ajaran agama islam, telah menjadi wacana
para cendikiawan muslim Indonesia sejak
pengaruh gerakan pembaharuan Islam di Timur Tengah ( terutama Mesir ) meluas
hingga ke Indonesia.
Hingga paruh pertama abad ke-20, pusat-pusat studi Islam tertinggi bagi
kalangan masyarakat Muslim Nusantara masih berada di wilayah Timur Tengah,
khususnya Mekah, Saudi Arabia, sebelum akhirnya bergeser ke Kairo, Mesir. Dalam
fenomena perkembangan sosial intelektualisme Islam indonesia tersebut, yakni
pemikiran Islam pada abad ke 20 dengan tokoh Muhammad Rasyid Rida.
Muhammad Rasyid Ibn Ali Rida Ibn Muhammad Syamsudin Al-Qalamuny. Ia lahir
di desa Qalamun dekat kota Tripoli daerah Syiriah (Syam), pada tanggal 27
Jumadil Ula 1282 H/ 1865 M. Ia berasal dari keturunan cucu Nabi Muhammad SAW.
Oleh karena itu ia memakai gelar Al-Sayyid di depan namanya. Ia wafat bulan
Agustus 1935, setelah kembali mengantarkan Pangeran Su’ud ke kapal Suez.
Masa kanak-kanaknya, banyak digunakan untuk belajar membaca Al-Qur’an
menulis dan dasar-dasar berhitung di Madrasah Tradisional di kampungnya.
Kemudian ia melanjutkan belajar ke sekolah Rasyidiyah, sebuah sekolah milik
pemerintah Tripoli yang bertujuan untuk menyiapkan pegawai pemerintahan Turki.
Setelah satu tahun belajar disini ia keluar karena tidak berminat untuk menjadi
pegawai pemerintah. Selanjutnya ia belajar di Madrasah Al-Wathaniyah yang
dipimpin oleh seorang ulama modernis, yakni Syekh Husein Al-Jisr. Ulama inilah
yang berpengaruh besar bagi perkembangan intelektual Rasyid Rida, disamping
pengaruh ide-ide Jamaludin Al- Afghanimaupun Muhammad Abduh. ketika majalah
Al-Urwatul Wutsqa yang diterbitkan Al-Afghani dan Abduh di Paris sampai
ditangannya, ia selalu mendiskusikan dengan gurunya Al-Jisr. Majalah ini telah
menjadi penggugah semangat pembaharuan dan perjuangan dalam dirinya.
Rasyid Rida bertemu dengan Muhammad Abduh berusaha meyakinkan tentang
perlunya menerbitkan suatu majalah sebagai media sosialisasi gagasan
pemberitahuan, sehingga terbitlah Al- Manar. Tujuan penerbitnya sama dengan
Al-Urwatul Wutsqa yaitu mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, sosial, dan
ekonomi, memberantas takhayul dan bid’ah-bid’ah yang masuk kedalam tubuh umat
islam, menghilangkan faham fatalisme yang terdapat dikalangan umat Islam dan
faham tarekat yang salah, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam
dari permainan politik dunia Barat. Disamping itu Rasyid Rida juga meminta
Muhammad Abduh untuk melakukan tafsir modern terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang
akan dimuat dalam majalah Al-Manar yang selanjutnya tulisan inilah yang
dijadikan kitab Tafsir Al- Manar.
Secara spesifik gagasan
pembaharuannya dapat dikelompokkan pada tiga bidang, yakni : bidang keagamaan,
pendidikan, dan bidang politik kenegaraan.
Bidang keagamaan ia berpendapat bahwa umat islam harus kembali lagi pada
ajaran Islam yang murni yang terbebas dari segala bid’ah yang keluar dari
ajaran Islam, yaitu faham tarekat yang berlebihan maupun faham fatalisme. Untuk
itu, umat islam harus mampu memadukan antara ajaran-ajaran spiritual agama
dengan masalah keduniaan. Menganti sikap fatalis yang hanya menggantung diri
pada nasib, dengan sikap jihad, dinamis dan memfungsikan kembali akal untuk
memahami teks-teks Al-Qur’an dan Hadits serta membina sikap toleransi diantara
berbagai aliran mahzab dalam islam.
Bidang pendidikan, ia menekankan perlunya umat Islam menguasai ilmu
pengetahuan dan tekhnologi yang menjadi dasar kemajuan Islam pada periode
klasik di Spanyol dan Barat saat ini. Kalau umat Islam sekarang ini mengambil
peradaban Barat sebenarnya adalah upaya mengambil kembali khasanah peradaban
Islam yang pernah dimilikinya. Cara mengambil peradaban Barat tersebut adalah melalui
jalur pendidikan. Karena itu, perlu mendirikan lembaga pendidikan , bahkan
menurutnya mendirikan lembaga pendidikan adalah lebih baik dari pada membangun
masjid. Untuk itu, ia mengharapkan agar dilakukan pembaharuan pendidikan Islam.
Adapun segi-segi pembaharuan dalam pendidikan yang terpenting adalah memberikan
kesempatan memperoleh pendidikan bagi kaum wanita disamping aspek
penyelenggaraan pendidikan seperti struktur, metode maupun kurikulum
pendidikan. Dalam hal kurikulum menurutnya, perlu ditambah dengan mata
pelajaran teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi,
ilmu hitng, ilmu kesehatan, bahasa asing, dan dengan ilmu-ilmu agama lainnya.
Bidang politik kenegaraan, ia berpendapat bahwa kebangsaan tidaklah dalam
arti kesamaan bangsa atau bahasa, melainkan dalam arti kesatuan umat atas dasar
keyakinan yang sama yaitu Islam. Oleh sebab itu ia tidak setuju dengan faham
nasionalisme, seperti yang di introdusir oleh gerakan nasionalisme Turki yang
dipelopori oleh Turki Muda, ia menganjurkan pembentukan organisasi Al-Jamiat
Islamiyah di bawah khalifahnya, yang berlandaskan prinsip persaudaraan islam
yang terbebas dari ikatan rasialisme semua umat islam bersatu dibawah
keyakinan, sistem moral, sistem pendidikan dan satu sistem hukum. Hukum dan
undang-undang tidak dapat dilaksanakan tanpa kekuasaan pemerintah. Oleh sebab
itu kesatuan umat islam perlu mengambil bentuk negara, yaitu negara ke khalifahan
dan kepala negaranya adalah seorang khalifah.
Khalifah karena mempunyai
kekuasaan legislatif maka ia harus seorang mujtahid, tidak absolut, dan dibantu
oleh para ulama dalam memerintah masyarakat. pemeliharaannya dilakukan oleh Ahl
al-Hall wa al-Aqd, yakni suatu dewan yang menampung aspirasi masyarakat dari
berbagai bidang baik dalam hal disiplin ilmu maupun dari segi pekerjaan. Dewan
ini bertugas memilih dan mengawasi jalannya pemerintahan, agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan.
REFERENSI :
·
Nasution, Harun. 1996. Pembaharuan dalam
Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: PT. Bulan Bintang
·
Razak, Yusron, Dkk. 2001. Pendidikan
Agama. Jakarta: UHAMKA Press
it's better than before,,but next time,u should use more than two books for reference..thnks.
BalasHapus